Kamis, 28 Juni 2007

Sepeda Tenaga Matahari

sudah banyak kita mendengar dan melihat produk-produk elektronik yang dijalankan dengan tenaga matahari tetapi baru kali ini kami mendengar atau menemukan sepeda dengan tenaga matahari.

The EV Sunny Solar Electric Bicycle adalah sepeda yang dapat berjalan dengan memanfaatkan tenaga matahari.

Uniknya, solar panel (panel tenaga surya) ditempatkan di kedua roda sepeda yang akan memindahkan tenaga yang dihasilkan ke baterai yang ada dengan kapasitas 500 watt.

Kecepatan sepeda ini bisa mencapai 30km per jam dan beratnya sekitar 34kg.

Sungguh menyenangkan bersepeda tanpa harus mengeluarkan keringat tapi mungkin kami harus mengeluarkan keringat lebih banyak untuk bekerja dan mengumpulkan uang sebanyak mungkin, mengingat harga sepeda ini sekitar Rp. 8.000.000.

Rabu, 27 Juni 2007

Tenaga Angin

Teknologi tenaga angin, sumber energi paling cepat berkembang di dunia, sepintas terlihat sederhana. Namun dibalik menara tinggi, langsing dan bilahan besi putar terdapat pergerakan yang kompleks dari bahan-bahan yang ringan seperti desain aerodinamis dan komputer yang dijalankan secara elektronik. Tenaga ditransfer melalui baling-baling, kadang dioperasikan pada variable kecepatan, lalu ke generator (meskipun beberapa turbin menghindari kotak peralatan dengan menjalankan langsung)


Tenaga Angin saat ini

Perkembangan teknologi dalam dua dekade terakhir menghasilkan turbin angin yang modular dan mudah dipasang. Saat ini sebuah turbin angin modern 100 kali lebih kuat daripada turbin dua dekade yang lalu dan ladang angin saat ini menyediakan tenaga besar yang setara dengan pembangkit listrik konvensional. Pada awal tahun 2004, pemasangan tenaga angin secara global telah mencapai 40.300 MW sehingga tenaga yang dihasilkan cukup untuk memenuhi kebutuhan sekitar 19 juta rumah tangga menengah di Eropa yang berarti sama dengan mendekati 47 juta orang.

Dalam 15 tahun terakhir ini, seiring meningkatnya pasar, tenaga angin memperlihatkan menurunnya biaya produksi hingga 50%. Saat ini di wilayah yang anginnya maksimum, tenaga angin mampu menyaingi PLTU batu bara teknologi baru dan di beberapa lokasi dapat menandingi pembangkit listrik tenaga gas alam.


Tenaga Angin pada tahun 2020

Selama beberapa tahun terakhir pemasangan kapasitas angin meningkat melebihi 30%. Hal tersebut membuat target untuk menjadikan tenaga angin mampu memenuhi kebutuhan energi dunia hingga 12 persen pada tahun 2020 menjadi realistis. Di saat bersamaan hal tersebut juga akan membuka kesempatan terbukanya lapangan pekerjaan hingga dua juta dan mengurangi emisi CO2 hingga 10.700 juta ton.

Berkah terus meningkatnya ukuran dan kapasitas rata-rata turbin, pada tahun 2020 biaya pembangkit listrik tenaga angin pada wilayah yang menunjang akan turun hingga 2.45 sen per KWh- lebih murah 36 persen dari biaya pada tahun 2003 yang mencapai 3.79 euro/KWh. Sambungan kabel listrik tidak termasuk dalam biaya ini.


Tenaga angin setelah tahun 2020

Sumber angin dunia sangat besar dan menyebar dengan baik di semua kawasan dan negara. Menggunakan teknologi saat ini, tenaga angin diperkirakan dapat menyediakan 53.000 Terawat/jam setiap tahunnya. Yang berarti dua kali lebih besar dari proyeksi permintaan energi pada tahun 2020-meninggalkan tempat yang penting untuk tumbuhnya industri bahkan dalam 1 dekade kedepan. Amerika Serikat sendiri mempunyai potensi angin yang cukup untuk menyediakan pasokan kebutuhan energinya bahkan tiga kali lebih besar daripada kebutuhannya.


Kelebihan Tenaga Angin

Ramah lingkungan- keuntungan terpenting dari tenaga angin adalah berkurangnya level emisi karbon dioksida penyebab perubahan ikilm. Tenaga ini juga bebas dari polusi yang sering diasosiasikan dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan nuklir.

Penyeimbang energi yang sangat baik -emisi karbon dioksida berhubungan dengan proses produksi. Pemasangan dan penggunaan turbin angin selama rata-rata 20 tahun siklus hidup ‘membayar kembali’ terjadinya emisi setelah 3-6 bulan pertama—yang berarti lebih dari 19 tahun produksi energi tanpa ongkos lingkungan.

Cepat menyebar—pembangunan ladang angin (wind farm) dapat diselesaikan dalam waktu seminggu. Menara turbin, badan dan bilahan besi di pasang di atas permukaan beton bertulang dengan menggunakan alat pemindah besar.
Sumber energi terbarukan dan dapat diandalkan- angin yang menjalankan turbin selalu gratis dan tidak terkena dampak harga bahan bakar fosil yang fluktuatif. Tenaga ini juga tidak butuh untuk ditambang, digali atau dipindahkan ke pembangkit listrik. Seiring meningkatnya harga bahan bakar fosil, nilai tenaga angin juga meningkat dan biaya keseluruhan pembangkit akan menurun.

Selanjutnya, dalam proyek besar yang menggunakan turbin ukuran medium yang sudah disetujui, tenaga angin mampu beroperasi hingga 98% secara konstan. Artinya hanya dua persen waktu turun mesin untuk perbaikan- catatan yang jauh lebih baik dari yang bisa diharapkan dari pembangkit listrik konvensional.


Variable Angin

Variable angin menimbulkan masalah manajemen sistem jaringan listrik lebih sedikit daripada yang diharapkan oleh pihak-pihak yang skeptis. Ketidakstabilan permintaan energi dan kebutuhan untuk melindungi gagalnya pembangkit listrik konvensional memenuhi kebutuhan tersebut, sesungguhnya membutuhkan sistem jaringan listrik yang lebih fleksibel daripada tenaga angin, dan pengalaman dunia nyata telah menunjukan bahwa sistem pembangkit listrik nasional mampu menjalankan tugas tersebut. Pada malam berangin, sebagai contoh, turbin angin 50% pembangkit listrik di bagian barat Denmark, tapi kekuatannya telah terbukti dapat diatur.

Penciptaan jaringan listrik yang super mengurangi masalah ketidakstabilan angin. Caranya dengan membiarkan perubahan pada kecepatan di wilayah-wilayah berbeda untuk diseimbangkan satu sama lain.


Bergerak ke depan

Perkembangan tenaga angin berkembang dengan pesat saat ini, namun demikian masa depan tenaga ini belum terjamin. Saat ini tenaga angin telah dimanfaatkan oleh sekitar 50 negara di dunia. Namun sejauh ini kemajuan itu disebabkan oleh usaha segelintir pihak, yang dipimpin oleh Jerman, Spanyol dan Denmark. Negara-negara lain perlu untuk memperbaiki industri tenaga angin secara dramastis jika target global ingin dicapai. Oleh karena itu prediksi untuk menjadikan tenaga angin dapat memasok energi dunia sebesar 12 persen pada tahun 2020 sebaiknya tidak dilihat sebagai hal yang pasti, tapi sebagai tujuan—satu kemungkinan masa depan yang kita bisa pilih jika kita mau.

Biogas, Sumber Energi Alternatif

Oleh : Burhani Rahman

Kelangkaan bahan bakar minyak, yang disebabkan oleh kenaikan harga minyak dunia yang signifikan, telah mendorong pemerintah untuk mengajak masyarakat mengatasi masalah energi bersama-sama (Kompas, 23 Juni 2005).

Kenaikan harga yang mencapai 58 dollar Amerika Serikat ini termasuk luar biasa sebab biasanya terjadi saat musim dingin di negara-negara yang mempunyai empat musim di Eropa dan Amerika Serikat. Masalah ini memang pelik sebagaimana dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan dengan para gubernur di Pontianak, Kalimantan Barat, tanggal 22 Juni 2005, dan mengajak masyarakat melakukan penghematan energi di seluruh Tanah Air.

Penghematan ini sebetulnya harus telah kita gerakkan sejak dahulu karena pasokan bahan bakar yang berasal dari minyak bumi adalah sumber energi fosil yang tidak dapat diperbarui (unrenewable), sedangkan permintaan naik terus, demikian pula harganya sehingga tidak ada stabilitas keseimbangan permintaan dan penawaran. Salah satu jalan untuk menghemat bahan bakar minyak (BBM) adalah mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbarui (renewable).

Kebutuhan bahan bakar bagi penduduk berpendapatan rendah maupun miskin, terutama di pedesaan, sebagian besar dipenuhi oleh minyak tanah yang memang dirasakan terjangkau karena disubsidi oleh pemerintah. Namun karena digunakan untuk industri atau usaha lainnya, kadang-kadang terjadi kelangkaan persediaan minyak tanah di pasar. Selain itu mereka yang tinggal di dekat kawasan hutan berusaha mencari kayu bakar, baik dari ranting-ranting kering dan tidak jarang pula menebangi pohon-pohon di hutan yang terlarang untuk ditebangi, sehingga lambat laun mengancam kelestarian alam di sekitar kawasan hutan.

Sebetulnya sumber energi alternatif cukup tersedia. Misalnya, energi matahari di musim kemarau atau musim kering, energi angin dan air. Tenaga air memang paling banyak dimanfaatkan dalam bentuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA), namun bagi sumber energi lain belum kelihatan secara signifikan.

Energi terbarukan lain yang dapat dihasilkan dengan teknologi tepat guna yang relatif lebih sederhana dan sesuai untuk daerah pedesaan adalah energi biogas dengan memproses limbah bio atau bio massa di dalam alat kedap udara yang disebut digester. Biomassa berupa limbah dapat berupa kotoran ternak bahkan tinja manusia, sisa-sisa panenan seperti jerami, sekam dan daun-daunan sortiran sayur dan sebagainya. Namun, sebagian besar terdiri atas kotoran ternak.

Teknologi biogas

Gas methan terbentuk karena proses fermentasi secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri methan atau disebut juga bakteri anaerobik dan bakteri biogas yang mengurangi sampah-sampah yang banyak mengandung bahan organik (biomassa) sehingga terbentuk gas methan (CH4) yang apabila dibakar dapat menghasilkan energi panas. Sebetulnya di tempat-tempat tertentu proses ini terjadi secara alamiah sebagaimana peristiwa ledakan gas yang terbentuk di bawah tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Leuwigajah, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, (Kompas, 17 Maret 2005). Gas methan sama dengan gas elpiji (liquidified petroleum gas/LPG), perbedaannya adalah gas methan mempunyai satu atom C, sedangkan elpiji lebih banyak.

Kebudayaan Mesir, China, dan Roma kuno diketahui telah memanfaatkan gas alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Namun, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan bahan sayuran adalah Alessandro Volta (1776), sedangkan Willam Henry pada tahun 1806 mengidentifikasikan gas yang dapat terbakar tersebut sebagai methan. Becham (1868), murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882), memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan methan.

Pada akhir abad ke-19 ada beberapa riset dalam bidang ini dilakukan. Jerman dan Perancis melakukan riset pada masa antara dua Perang Dunia dan beberapa unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah pertanian. Selama Perang Dunia II banyak petani di Inggris dan benua Eropa yang membuat digester kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Karena harga BBM semakin murah dan mudah memperolehnya pada tahun 1950-an pemakaian biogas di Eropa ditinggalkan. Namun, di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu ada. Kegiatan produksi biogas di India telah dilakukan semenjak abad ke-19. Alat pencerna anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. (FAO, The Development and Use of Biogas Technology in Rural Asia, 1981).

Negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea, Taiwan, dan Papua Niugini, telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat pembangkit gas bio dengan prinsip yang sama, yaitu menciptakan alat yang kedap udara dengan bagian-bagian pokok terdiri atas pencerna (digester), lubang pemasukan bahan baku dan pengeluaran lumpur sisa hasil pencernaan (slurry) dan pipa penyaluran gas bio yang terbentuk.

Dengan teknologi tertentu, gas methan dapat dipergunakan untuk menggerakkan turbin yang menghasilkan energi listrik, menjalankan kulkas, mesin tetas, traktor, dan mobil. Secara sederhana, gas methan dapat digunakan untuk keperluan memasak dan penerangan menggunakan kompor gas sebagaimana halnya elpiji.

Alat pembangkit biogas

Ada dua tipe alat pembangkit biogas atau digester, yaitu tipe terapung (floating type) dan tipe kubah tetap (fixed dome type). Tipe terapung dikembangkan di India yang terdiri atas sumur pencerna dan di atasnya ditaruh drum terapung dari besi terbalik yang berfungsi untuk menampung gas yang dihasilkan oleh digester. Sumur dibangun dengan menggunakan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk membuat fondasi rumah, seperti pasir, batu bata, dan semen. Karena dikembangkan di India, maka digester ini disebut juga tipe India. Pada tahun 1978/79 di India terdapat l.k. 80.000 unit dan selama kurun waktu 1980-85 ditargetkan pembangunan sampai 400.000 unit alat ini.

Tipe kubah adalah berupa digester yang dibangun dengan menggali tanah kemudian dibuat bangunan dengan bata, pasir, dan semen yang berbentuk seperti rongga yang ketat udara dan berstruktur seperti kubah (bulatan setengah bola). Tipe ini dikembangkan di China sehingga disebut juga tipe kubah atau tipe China (lihat gambar). Tahun 1980 sebanyak tujuh juta unit alat ini telah dibangun di China dan penggunaannya meliputi untuk menggerakkan alat-alat pertanian dan untuk generator tenaga listrik. Terdapat dua macam tipe ukuran kecil untuk rumah tangga dengan volume 6-10 meter kubik dan tipe besar 60-180 meter kubik untuk kelompok.

India dan China adalah dua negara yang tidak mempunyai sumber energi minyak bumi sehingga mereka sejak lama sangat giat mengembangkan sumber energi alternatif, di antaranya biogas.

Di dalam digester bakteri-bakteri methan mengolah limbah bio atau biomassa dan menghasilkan biogas methan. Dengan pipa yang didesain sedemikian rupa, gas tersebut dapat dialirkan ke kompor yang terletak di dapur. Gas tersebut dapat digunakan untuk keperluan memasak dan lain-lain. Biogas dihasilkan dengan mencampur limbah yang sebagian besar terdiri atas kotoran ternak dengan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya, dengan air yang cukup banyak.

Untuk pertama kali dibutuhkan waktu lebih kurang dua minggu sampai satu bulan sebelum dihasilkan gas awal. Campuran tersebut selalu ditambah setiap hari dan sesekali diaduk, sedangkan yang sudah diolah dikeluarkan melalui saluran pengeluaran. Sisa dari limbah yang telah Ć¢?dicernaĆ¢? oleh bakteri methan atau bakteri biogas, yang disebut slurry atau lumpur, mempunyai kandungan hara yang sama dengan pupuk organik yang telah matang sebagaimana halnya kompos sehingga dapat langsung digunakan untuk memupuk tanaman, atau jika akan disimpan atau diperjualbelikan dapat dikeringkan di bawah sinar matahari sebelum dimasukkan ke dalam karung.

Untuk permulaan memang diperlukan biaya untuk membangun pembangkit (digester) biogas yang relatif besar bagi penduduk pedesaan. Namun sekali berdiri, alat tersebut dapat dipergunakan dan menghasilkan biogas selama bertahun-tahun. Untuk ukuran 8 meter kubik tipe kubah alat ini, cocok bagi petani yang memiliki 3 ekor sapi atau 8 ekor kambing atau 100 ekor ayam di samping juga mempunyai sumber air yang cukup dan limbah tanaman sebagai pelengkap biomassa. Setiap unit yang diisi sebanyak 80 kilogram kotoran sapi yang dicampur 80 liter air dan potongan limbah lainnya dapat menghasilkan 1 meter kubik biogas yang dapat dipergunakan untuk memasak dan penerangan. Biogas cocok dikembangkan di daerah-daerah yang memiliki biomassa berlimpah, terutama di sentra-sentra produksi padi dan ternak di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, dan lain-lain.

Pembangkit biogas juga cocok dibangun untuk peternakan sapi perah atau peternakan ayam dengan mendesain pengaliran tinja ternak ke dalam digester. Kompleks perumahan juga dapat dirancang untuk menyalurkan tinja ke tempat pengolahan biogas bersama. Negara-negara maju banyak yang menerapkan sistem ini sebagai bagian usaha untuk daur ulang dan mengurangi polusi dan biaya pengelolaan limbah. Jadi dapat disimpulkan bahwa biogas mempunyai berbagai manfaat, yaitu menghasilkan gas, ikut menjaga kelestarian lingkungan, mengurangi polusi dan meningkatkan kebersihan dan kesehatan, serta penghasil pupuk organik yang bermutu.

Untuk menuai hasil yang signifikan, memang diperlukan gerakan secara massal, terarah, dan terencana meliputi pengembangan teknologi, penyuluhan, dan pendampingan. Dalam jangka panjang, gerakan pengembangan biogas dapat membantu penghematan sumber daya minyak bumi dan sumber daya kehutanan. Mengenai pembiayaannya mungkin secara bertahap sebagian subsidi BBM dialihkan untuk pembangunan unit-unit pembangkit biogas. Melalui jalan ini, mungkin imbauan pemerintah mengajak masyarakat untuk bersama-sama memecahkan masalah energi sebagian dapat direalisasikan.

Sumber : Kompas (8 Agustus 2005)

Minggu, 24 Juni 2007

Sumber Energi Alternatif

Energi yang sering kita pakai sehari-hari semakin lama semakin berkurang atau menipis. Karena banyaknya pemakaian yang tidak
terkontrol sehingga menimbulkan kelangkaan atau bahkan habis sama sekali. Untuk itu sekarang perlu dipikirkan adanya energi alternative untuk pengganti dari energi yang biasanya sering dipakai . Dibawah ini adalah berbagai sumber energi alternatif yang dapat kita manfaatkan, selain akan membantu udara untuk jadi bersih, penghematan juga akan dapat dilakukan.

Angin.
Tenaga kinetik angin sekarang sudah mulai banyak dipergunakan sebagai pemutar angin dengan menggunakan turbin angin baik untuk rumah maupun untuk keperluan bisnis. Satu turbin angin dapat berharga dua setengah milyar rupiah sampai dengan 10 milyar rupiah, tergantung dari ukurannya. Tapi satu turbin saja dapat menghidupi sampai dengan tiga puluh rumah, tapi karena angin tidak selalu bertiup, tenaga cadangan harus selalu tetap tersedia, misalnya dari PLN.

Matahari.
Negara kita yang kaya matahari tampaknya sangat cocok menggunakan sumber daya ini. Coba gunakan atap yang terbuat dari sistem tenaga surya yang disebut sel fotovoltaik. Harganya memang tidak murah, untuk atap ukuran standar dapat mencapai 200 juta rupiah. Tapi sistem ini sangat mengurangi tagihan listrik pemilik rumah, apalagi dengan sistem tagihan PLN yang ada sekarang.

Biodiesel.
Bahan dasar bahan bakar ini dibuat dari tumbuhan seperti kedelai, kelapa dan sebangsanya, biodiesel adalah bahan bakar non-toxic yang dapat dicampurkan dengan minyak diesel biasa atau digunakan sebagaimana adanya untuk mengurangi emisi.

Nuklir.
Dengan bahan bakar uranium, logam yang ditemukan di bebatuan, dan diproses di reaktor nuklir, energi panas yang ada akan digunakan sebagai bahan untuk memutar turbin yang ada. Sumber energi ini tidak melepaskan emisi gas rumah kaca dan tidak malah. 20% sumber listrik di Amerika sudah berbahan bakar nuklir.

Hidrogen.
Bagaimana caranya anda menciptakan sumber daya yang sama sekali tidak mengeluarkan apapun kecuali air bersih? Jawabannya adalah sel bahan bakar hidrogen. Masalah yang ada sekarang adalah untuk memisahkan hidrogen dari bentuk komposisinya, misalnya rantai karbon atau air, berarti menggunakan sumber daya lainnya. Penyimpanan hidrogen juga tidak mudah, karena kepadatannya sangat rendah, maka sangatlah sulit untuk menempatkan hidrogen dalam jumlah besar dalam ruangan yang sempit. Oleh karena itulah, walaupun banyak kendaraan mulai menggunakan hidrogen sebagai bahan bakarnya, masih sulit didirikan stasiun pengisian hidrogen.

Sabtu, 23 Juni 2007

Anak SD temukan Energi Alternatif dari Ketela, Diberi Nama "Baterai Singkong"

"Bang gorengan singkong 10 yahh..", pinta Linuz kepada abang gorengan yang dia pikir mampu mengganti karbohidrat. Akibat program diet nasinya. Tiba-tiba matanya tertuju kepada sebuah berita yang membuat dirinya malu dan kehilangan selera makan atas prestasi yang dicetak bocah kecil yang usianya lebih muda 11 tahun.


Seorang anak bernama Innocencio Kresna Pratama (dipanggil Inno) mengantarkan kota Bandar Lampung menjadi yang terbaik di ajang "Kompetensi dan Kreativitas Siswa SD Dan Madrasah Ibtidaiah (MI) se provinsi Lampung" tanggal 6-7 November kemarin. Apa yang dibuat Inno? Bocah kelas 6 SD TUnas Mekar Indonesia ini berhasil membuat para juri terpana dengan karyanya yang bertajuk "Baterai Singkong, Upaya menemukan Energi Alternatif" serta mengantarkannya mewakili provinsi Bandar Lampung pada event yang sama tingkat nasional (27 November mendatang).

Modalnya, menurut Inno, sangat mudah didapat dan murah pula; satu batang singkong kecil yang dipotong menjadi empat bagian. Inno menancapkan pelat dan tembaga seng yang kemudian disambung dengan kabel kecil ke kalkulator dan jam digital. Hasilnya? Kedua benda itu menyala dan tetap akurat!

Menurut Inno, singkong dapat menghasilkan listrik karena mengandung cairan elektrolit untuk menghasilkan listrik."Untuk itu teknologi sederhana ini saya namakan Baterai Singkong", ujar anak dari pasangandrg. Edy Suwanto dan drg. Lucia Dwi Handayani.

Apa yang mendorong calon ilmuwan cilik kelahiran 8 Maret 1996 ini? Dia mengaku terinsipirasi karena rajin membaca, ditambah lagi sudah memulai penelitian kecil di sekolah seperti mulai cara menanam, mengamati pertumbuhan tanaman, dan lain-lain.

Ketertarikannya menjadi semakin menjadi-jadi setelah membaca di internet dan berbagai macam buku kalau apel dan jeruk dapat pula menghasilkan listrik. "Mulai dari situlah aku tertarik melanjutkan penemuan ini. Aku menduga buah lain, bahkan umbi2an juga dapat menghasilkan listrik" kata dia.
Di sekolah Inno mengadakan percobaan di sekolah seperti menguji buah mangga yang didapati juga menghasilkan listrik. Ia beralih ke umbi2an; singkong,ubi,dan kentang tak luput untuk dijadikan obyek pengujian.Inno mengklaim baterai singkong dapat bertahan berhari-hari tanpa henti seperti baterai konvensional, malahan dapat dipakai berkali-kali dengan menancapkan pelat tembaga di bagian sisi yang belum digunakan.

Otaknya yang kreatif terus seakan tak pernah berhenti yang terbukti dari pengakuannya untuk melanjutkan penelitian menjadikan singkong batu baterai kering.
Meskipun begitu, anak ini tetap rendah hati dan mengharapkan doa dari orang-orang terdekatnya berharap untuk kembali menjadi yang terbaik di ajang nasional kelak.

Sambil meneguk air putihnya, Linuz menguap dan bergumam asal,"Huahh harus cepet dipatenin nih singkong ajaib"

Energi Alternatif Untuk Kesejahteraan?

Apa yang Anda lakukan di pagi hari? Menemani sarapan pagi dengan televisi, mengerjakan tugas-tugas menggunakan komputer, atau membaca koran diiringi radio dan lampu yang menyala? Apapun pilihan Anda, ketiga aktivitas tersebut sama-sama mengkonsumsi listrik, dan memang, berbicara mengenai energi, pada akhirnya juga akan menyinggung permasalahan budaya. Hal ini terungkap dari keynote speeker yang disampaikan oleh Dr. Evita H. Legowo menggantikan Menteri Energi & Sumber Daya Mineral ketika membahas ketahanan nasional dalam seminar Energi Alternatif untuk Kesejahteraan Rakyat(05/08) di Aula Barat ITB.

Salah satu contoh bagaimana budaya berpengaruh pada ketahanan nasional, khususnya energi adalah kasus pengalihan minyak tanah menjadi bahan bakar gas. Adanya perubahan kebiasaan ini menyebabkan banyak kompor-kompor gas yang diberikan oleh pemerintah hanya teronggok dengan masih terbungkus rapih. Padahal subsidi pemerintah untuk minyak tanah yang mencapai Rp. 4000/liter telah dialihkan untuk mendukung program penggunaan kerosin. Eratnya kaitan antara energi dan budaya juga tercermin dari gaya hidup masyarakat dalam mengkonsumsi energi. Menurut Evita, angka pertumbuhan energi tergolong tinggi, yaitu mencapai 7,1% per tahun.

Kebutuhan energi yang tinggi, serta masih banyaknya daerah-daerah yang belum mendapatkan energi listrik—sekitar 40% di daerah Jawa dan Bali, menunjukan angka pertumbuhan tersebut masih mungkin untuk bertambah. Di sisi lain, untuk memperoleh energi juga dibutuhkan energi yang memakan biaya tak sedikit atau bahkan dengan impor. Kebutuhan untuk impor terlihat dari kapasitas produksi kilang BBM dalam negeri tidak bertambah dalam satu dekade terakhir, sedangkan permintaan terus meningkat. Kondisi ini menyebabkan Indonesia menjadi net oil importir country, seperti yang tampak pada tahun 2005, yaitu impor minyak bumi untuk kebutuhan bahan baku kilang BBM mencapai 40%, dan impor BBM untuk pemakaian dalam negeri mencapai 32%. Besarnya angka impor ini berimplikasi pada besarnya APBN yang dialokasikan untuk sektor energi, khususnya BBM. Pada Juni 2006 misalnya, harga minyak mencapai US$74 per barel, sementara asumsi harga minyak dalam APBN hanya US$57.

Salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan terhadap harga minyak dunia yang berimplikasi pada APBN dan stabilitas perekonomian negara, adalah dengan mengurangi konsumsi BBM dan beralih ke sumber energi lain. Untuk mendukung pengembangan BBN pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain peran pemerintah sebagai regulator dalam pengembangan energi alternatif, peran para pemangku kepentingan yang lain dituangkan dalam UU No. 30/2007 tentang Energi, yaitu kewajiban pemerintah dan pemerintah untuk menyediakan energi baru dan energi terbarukan sebagai bagian dari diversifikasi energi, serta tanggung jawab semua pihak untuk melakukan konservasi energi.

Dari UU No.30/2007 tersebut, pengembangan energi alternatif mengaitkan berbagai pihak. Adanya beragam pihak yang harus terlibat agar pengembangan energi alternatif dapat berjalan menyebabkan relasi menjadi penting. Hal ini diungkapkan oleh Dr. Suhono Harso Supangkat dalam sambutannya selaku kepala Inkubator Industri dan Bisnis(IIB)—dulu Pusat Inkubator Bisnis, ia mengharapkan seminar yang diselenggarakan oleh IIB agar menjadi sarana untuk menghubungkan para pemangku kepentingan pengembang energi alternatif. Hal senada diungkapkan oleh Prof. Dr. Adang Surahman, yaitu agar seminar ini dapat membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya energi alternatif, mendorong pemerintah daerah untuk menyediakan energi alternatif, serta menjalin kerja sama antara IIB, pemerintah daerah dan industri. Untuk mendukung tujuan tersebut, seminar sehari ini memang cukup padat. Tiga sesi, dengan jumlah pembicara mencapai 12 orang dan tema mencakup perkembangan teknologi penyediaan energi alternatif, potensi penerapan energi alternatif di masyarakat dan industri, dan sesi terakhir mengenai pembiayaan energi alternatif untuk masyarakat dan industri.

Pada sesi I, Saryono dari Departemen ESDM, Parno Isworo Direktur Keuangan PT PLN, Bambang Isti Eddi Direktur Niaga PT Indonesia Power, Willy Adriansyah dari laboratorium termodinamika ITB serta Tirto Prakoso peneliti energi alternatif serta dosen teknik Kimia ITB menguraikan paparannya mengenai energi-energi alternatif yang kini tengah dikembangkan. Saryono menguraikan program pengalihan minyak tanah ke LPG dalam rangka pengurangan subsidi BBM 2007-2012. Selain gas, diversifikasi energi juga dilakukan dengan mengembangkan geothermal, hydro, angin, serta biomassa. Dari sesi tanya jawab, terungkap masalah insentif masih menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan energi alternatif melewati ambang batas(critical mass) untuk dapat bertahan.

Sebagai ilustrasi, sesi II menyajikan para praktisi yang telah bergelut dengan energi alternatif. Hadir sebagai pembicara Dr. Wilson W. Wenas yang mengembangkan listrik tenaga surya. Keunggulan dari tenaga surya adalah tidak membutuhkan jaringan transmisi, membangkitkan listrik langsung di tempat dan dalam bentuk modular, bebas polusi udara dan suara, dapat membangkitkan listrik di mana saja asalkan ada sinar matahari. Salah satu hambatan dari pengembangan listrik tenaga surya ini terletak pada belum adanya insentif dari pemerintah yang mendukung. Wilson memberi contoh, saat Jepang pertama kali mengembangkan solar sel, pemerintah memberi subsidi 50% sehingga memancing investor lain untuk turut mengembangkan.

Selain Wilson, Ir. Kusetiadi Raharjo dari PT Heksa Prakarsa menyampaikan potensi penerapan mikrohidro di masyarakat. Dari pemaparannya, Kusetiadi membandingkan biaya investasi per kW yang harus dikeluarkan untuk mikrohidro terhadap energi terbarukan lainnya. Dalam matriks tersebut, biaya investasi untuk peralatan mikrohidro paling murah dibandingkan tenaga surya, tenaga angin, dan biomassa. Sebagai usaha yang tergolong kecil menengah, Kusetiadi mengungkapkan permasalahan klasik yang dihadapi adalah sosialisasi produk, pembinaan SDM, keterbatasan perkakas, dan keterbatasan dana.

Andrias Wiji SP mengisahkan pengalamannya dalam mengembangkan biogas dengan sumber kotoran ternak. Di latarbelakangi dari niatnya untuk menciptakan teknologi yang dapat diterapkan di masyarakat, pria lulus Teknik Kimia ini mengembangkan usaha yang dapat mengurangi dampak buruk dari limbah biomassa jika tidak ditangani dengan baik, serta mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Untuk mewujudkan niatnya tersebut, pada tahun 2003 Andrias bergabung dengan PIB. Setahun kemudian, ia bersama keempat temannya mulai mendesain reaktor biogas dengan bahan dasar plastik, reaktor tersebut dijual dengan harga Rp. 750.000. Pada tahun pertama, reaktor tersebut hanya laku 30 buah. Tantangan lain adalah teman-temannya memilih untuk masuk dalam dunia industri. Namun tantangan tersebut tak membuat Andrias surut. Perlahan reaktornya mulai berkembang, serta pasarnya pun meluas dari promosi mulut ke mulut.

Permasalahan promosi sebagaimana yang diungkapkan oleh Kusetiadi, dan tidak adanya biaya promosi yang dilakukan oleh Andrias juga diungkapkan oleh Sigit Wiriatmo. Direktur PT. Nuansa Cipta Kreasi yang bergerak dalam pembangkit listrik tenaga angin ini berharap dari seminar ini, ia dapat memperoleh pesanan, dan mendapat bantuan teknologi dari IIB.

Pada sesi III, Laksmi Dewanti perwakilan dari Kementrian Lingkungan Hidup urusan insentif dan pendanaan lingkungan, Harijanti M. Kadri perwakilan dari bagian Corporate Social Responsibility PT. Indonesia Power, dan perwakilan dari Ecosecuritas menyampaikan peluang-peluang pengajuan dana serta usaha-usaha yang sudah dilakukan dalam mengembangkan energi alternatif.

Seminar sehari yang berlangsung padat serta melibatkan berbagai pemangku kepentingan ini ditutup oleh Ahdiar, wakil Inkubator Industri dan Bisnis. Ia mengucapkan terima kasih atas semua pihak yang terlibat dalam seminar ini. Acara yang berlangsung hingga sore ini menyisakan banyak harapan, khususnya yang terkait potensi energi yang ada di Indonesia. Langkah selanjutnya adalah menjadikan potensi tersebut tak hanya guratan angka di atas kertas, tapi nyata bagi kesejahteraan bangsa

BBM, Energi Alternatif Dan Transportasi

Kelangkaan BBM dan tingginya harga minyak bumi, mendorong lagi kita ramai-ramai membicarakan mengenai alternatif energi, khususnya untuk kendaraan bermotor. Sampai-sampai presiden SBY pun menantang para ilmuwan dan peneliti. Janganlah semangat mencari energi alternatif ini nanti berhenti lagi kalau harga minyak bumi menurun dibawah 40 dollar per barrel. Dan kemudian dokumennya hilang tidak tahu kemana.

Di tahun 1980-an, kita pernah menggelar secara intensif dan extensif program bahan bakar alternatif ini. Tapi kemudian tidak berkembang terus dengan menurunnya harga minyak bumi dan pergantian pejabat. Proyek gasohol, bensin dengan campuran 10% ethanol, telah tuntas dikaji dan diuji, bersama dengan produsen kendaraan bermotor. Lembaga penelitian dan pilot plant pembuatan ethanol khusunya dari pati singkong di Lampung, telah selesai dan beroperasi. Tapi kemudian program ini juga tidak berkembang.

Pada waktu yang sama proyek pemakaian CNG untuk kendaraan bermotor juga diluncurkan. Guberbur DKI Jakarta telah menetapkan bahwa semua taksi baru harus memanfaatkan CNG. Pertamina menunjuk 16 buah SPBU di Jabotabek untuk mendistrubusikan CNG. Kemudian perusahaan produsen bis diharuskan mengembangkan bis (khususnya bis kota) dengan menggunakan mesin yang memanfaatkan CNG. Sayangnya kemudian pada tahun 1995 Menteri Pertambangan pada waktu itu mengijinkan juga pemanfaatan LPG. Proyek jadi tidak jelas.

Desakan produsen mobil yang memakai mesin solar, menyebabkan Gubernur DKI kemudian mengijinkan juga taksi memakai mesin solar (mesin solar tidak bisa dikonversi untuk memakai CNG). Saat ini tidak jelas lagi bagaimana perkembangannya. Seandainya kita konsisten sejak waktu itu, dan diberlakukan luas diseluruh Indonesia, mungkin krisis BBM dan polusi udara dikota besar yang sekarang ini bisa diatasi lebih baik.

Sekarang kita mulai lagi program serupa, alternatif energi. Kita harus sadari bahwa peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi dicapai sebagai hasil kumulatif dari berbagai kegiatan sebelumnya. Jadi kalau terjadi disruptive technological development seperti yang kita alami, maka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini akan terhambat. Kita harus memulai dari nol lagi. Teknologi mesin penggerak untuk angkutan darat khususnya mobil dan kapal laut saat ini masih didominasi oleh mesin piston/torak (mesin Otto). Berbagai upaya alternatif mesin dengan energi yang lain, seperti mobil listrik, hybrid, dan hydrogen, belum mencapai tingkat keekonomiannya. Penggunaan mesin turbin dan jet dikapal laut masih terbatas dikapal-kapal perang.

Penelitian akan pemakaian mesin jenis lain masih didominasi oleh negara-negara industri maju. Karena industrinya juga dikuasai oleh mereka, jadi kita hanya bisa menjadi follower. Saat ini perlu digalakkan pemakaian CNG untuk kendaraan umum (taksi/mikrolet), terutama dimulai dikota-kota besar. Kebijakan ini harus merupakan program terintegrasi dengan penyediaan convertion kit yang mudah dan murah (dibebaskan dari bea masuk dan PPN), pembangunan SPBU untuk CNG. Sedang bagi kendaraan pribadi diberikan pilihan untuk memakai BBM, solar, CNG, biodiesel, atau gasohol (10% ethanol). Dorongan untuk memakai CNG dapat dilakukan melalui kebijakan harga dan penerapan uji emisi yang ketat. Sedangkan alternatif pemakaian bio-diesel dan gasohol, dapat dilaksanakan dengan menerapkan insentif pajak, yang berarti harga yang kompetitif.

Sedangkan untuk bis kota ada beberapa teknologi yang dapat dipertimbangkan, yang dikaitkan juga dengan pengurangan polusi udara diperkotaan.
1) Pemakain CNG seperti halnya taksi, hal ini hanya dapat diberlakukan pada kendaraan baru.
2) Pemakaian bio-diesel yang dapat segera dilakukan. Tergantung dari sejauh mana produksi bio-diesel dapat mencukupinya. Siapa yang akan mendistribusikannya? Apa Pertamina tetap memonopoli?
3) Trolley bus yang memanfaatkan bis dengan tenaga listrik (mirip dengan KRL atau trem listrik).
Misalnya di DKI Jakarta, bisa segera diterapkan pada proyek busway (pernah tercetus untuk diterapkan CNG pada busway tahap II). Mudah-mudahan gubernur DKI ngotot mengenai keharusan pemakaian CNG ini.
Lain halnya dengan kereta api. Perkembangan teknologi kereta api sekarang ini telah menggunakan tenaga listrik. Pemanfaatan kereta api ataupun lokomotif listrik telah menyebar luas. Kereta api cepat di Eropa, Jepang, dan negara-negara lain sudah lama memanfaatkan teknologi ini. Malahan teknologi modern seperti maglev (magnetic elevated) sudah mulai dimanfaatkan di Cina dan Korea. Pernah juga teknologi maglev ini didiskusikan untuk proyek Monorail di Jakarta. Untuk mengurangi ketergantungan akan BBM ini (hampir semua lokomotif di Indonesia memakai mesin diesel), pemerintah perlu mempunyai strategi yang tepat. Jangan hanya terpaku pada pembangunan rel ganda. Tetapi mempercepat elektrifikasi kereta api. Misalnya perencanaan perkereta apian di Sumatera Selatan, sebagai lumbung energi, sudah harus mengarah ke elektrifikasi kereta api. Sungguh ironis, misalnya, angkutan batubara di Sumatera Selatan mempergunakan lokomotif diesel.

Dengan pemikiran pemakaian BBM secara hemat dan penguasaan teknologi, maka pemerintah harus mencipakan kebijakan dan strateginya yang jelas. Dan harus dipertahankan untuk jangka waktu yang panjang. Kebijakan ini harus disusun bersama, dengan mengikut sertakan semua stakeholder.

Oleh: Rahardi Ramelan
Guru Besar Fakultas Teknologi Industri ITS, Surabaya